Masalah seksisme di sekolah merupakan topik penting yang perlu dipahami oleh orang tua. Seksisme berdampak pada perkembangan, pembelajaran, dan kesejahteraan anak umum . Ketika seksisme dipraktikkan, siswa akan diperlakukan tidak adil atau didiskriminasi karena gender. Hal ini mengakibatkan kesenjangan dan pengalaman buruk dalam pendidikan. Meskipun demikian, seksisme di sekolah bersifat terselubung atau samar sehingga sulit diidentifikasi oleh orang tua dan bahkan guru. Meskipun demikian, seksisme dapat berdampak buruk dalam jangka panjang.
Artikel ini menjelaskan aspek-aspek seksisme di sekolah, pentingnya, serta bagaimana orang tua dapat memastikan hal tersebut teridentifikasi dan diatasi. Pengetahuan ini akan memungkinkan orang tua untuk memperjuangkan kesetaraan pendidikan dan bantuan anak-anak mereka tumbuh dan percaya diri dalam segala hal.
Apakah seksisme di sekolah benar-benar ada?
Seksisme di sekolah merupakan isu yang nyata dan lazim, meskipun tidak semua orang pemberitahuan . Seksisme biasanya muncul dalam hal-hal kecil yang dapat diabaikan. Seksisme juga bukan masalah diskriminasi terbuka, melainkan terwujud dalam sikap, asumsi, dan interaksi sehari-hari antara siswa, guru, dan staf.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa seksisme berakar kuat dalam pengaturan sekolah. Sebagai contoh, sebuah survei oleh serikat UNISON dan kelompok feminis di Britania Raya (2024) menemukan bahwa praktik seksis dan pelecehan sangat sering terjadi di sekolah. Sejumlah besar petugas pendukung sekolah mengaku telah menyaksikan pelecehan seksual secara teratur. Anak perempuan terpapar kontak fisik yang tidak diinginkan, ucapan kasar, dan terpinggirkan dalam sebagian besar kegiatan sekolah. Situasi semacam itu begitu umum sehingga siswa dan staf cenderung menganggapnya sebagai hal biasa atau sekadar kehidupan sekolah. Seksisme bebas berperan dalam normalisasi ini.



Seksisme dapat memengaruhi anak laki-laki maupun perempuan dalam beberapa hal. Perempuan cenderung mengobjektifikasi anak perempuan dan menuntut lebih sedikit dari mereka di sekolah. Anak laki-laki ditekan untuk memenuhi konsep maskulinitas yang sempit dan hal ini dapat membatasi kemampuan mereka untuk mengekspresikan emosi dan memicu agresi. Nilai-nilai gender ini ditanamkan sejak usia dini dan memengaruhi cara anak-anak memandang diri mereka sendiri dan orang lain. Kesadaran bahwa seksisme terjadi dalam berbagai bentuk yang kurang kentara dan lebih umum merupakan langkah awal yang dapat dilakukan orang tua untuk menyadari apa yang mungkin dihadapi anak-anak mereka.
Contoh umum seksisme di sekolah
Orang tua harus memiliki contoh spesifik tentang arti seksisme di sekolah untuk melindungi anak-anak. Guru dan orang tua harus memantau kelas untuk mendeteksi stereotip gender dan perlakuan tidak adil.
Tetap terhubung, tetap proaktif!
Stereotip seks di kelas.
Stereotip gender adalah konsep ketat tentang bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya bersikap atau apa yang seharusnya mereka lakukan. Ada kecenderungan untuk menggunakan stereotip ini di lingkungan sekolah untuk mendikte pengajaran dan bahkan bagaimana siswa berinteraksi satu sama lain.



Sebagai contoh, guru dapat secara tidak sengaja mendorong anak laki-laki untuk belajar matematika, sains, dan menduduki posisi kepemimpinan. Guru mungkin mendorong anak perempuan untuk mempelajari mata pelajaran seperti bahasa, seni, dan peran pengasuhan. Hal ini terlihat dari cara guru memuji siswa atau menegur mereka di kelas.
Sumber stereotip lain bagi anak-anak adalah teman sebaya dan budaya sekolah. Pernyataan seperti anak laki-laki tidak pernah menangis, atau anak perempuan tidak pandai matematika merupakan hal yang umum dan bahkan menyakitkan. Anak-anak tidak mampu mengekspresikan diri atau bahkan mengeksplorasi hal-hal baru dengan keyakinan tersebut. Menurut survei UNISON tahun 2024, stereotip ini berdampak pada siswa sehari-hari. Sekolah cenderung memuji anak laki-laki karena sifatnya yang kompetitif dan anak perempuan karena kerapian atau kelembutannya.
Perawatan dispa peringkat di sekolah
Perlakuan yang tidak setara di sekolah mengacu pada fakta bahwa siswa diperlakukan atau dihukum secara tidak setara karena gender mereka. Guru sering kali memberikan hukuman yang lebih ringan kepada anak laki-laki atas perilaku yang mengganggu. Sekolah mungkin melarang anak perempuan mengambil peran atau aktivitas tertentu tanpa menjelaskan alasannya.
Guru-guru lain lebih cenderung membenarkan seksisme atau perilaku seksis daripada menangani tindakan semacam itu. Terkadang, anak perempuan disalahkan secara tidak adil karena menarik perhatian yang tidak diinginkan dari anak laki-laki. Anak laki-laki yang tidak sesuai dengan stereotip maskulin diintimidasi atau diminta untuk "bersikap jantan." Kemunafikan ini merugikan baik anak laki-laki maupun perempuan.
Dampak seksisme pada pelajar
Dampak seksisme terhadap siswa di sekolah sangat parah terhadap kesejahteraan mental anak-anak dan pendidikan serta keterampilan sosial mereka.
Efek psikologis
Siswa yang menghadapi perilaku seksis sering kali mengalami harga diri rendah dan tekanan emosional. Anak perempuan yang menjadi korban pelecehan atau prasangka gender yang berkelanjutan mengalami kecemasan dan rasa tidak aman. Mereka mungkin tidak merasa aman atau diterima di sekolah, dan hal ini merusak kesehatan mental mereka.



Anak laki-laki ditekan untuk bertindak dengan cara yang membatasi. Masyarakat melabeli anak laki-laki sebagai sosok yang tangguh, kompetitif, dan tidak emosional. Hal ini menekan emosi manusiawi mereka dan dapat meningkatkan agresi atau depresi.
Penelitian mengaitkan lingkungan sekolah yang seksis dengan peringkat depresi, kecemasan, dan gangguan makan yang lebih tinggi, terutama di kalangan anak perempuan. Pengaruh ini bersifat jangka panjang dan memengaruhi remaja hingga dewasa.
Kinerja akademis
Baik anak laki-laki maupun perempuan menjadi korban seksisme yang berdampak negatif pada prestasi akademik mereka. Anak perempuan seringkali tidak tertarik mempelajari mata pelajaran STEM seperti matematika dan sains, sehingga menyebabkan ketidaktertarikan atau penurunan prestasi. Anak laki-laki mungkin enggan mempelajari hal-hal yang dianggap terlalu feminin karena takut diejek.
Guru mungkin lebih sering memanggil anak laki-laki dalam diskusi kelas, menyela anak perempuan, atau tidak memperhatikan kemampuan akademik anak perempuan. Prasangka semacam itu mengurangi tingkat partisipasi dan motivasi anak perempuan.
Konsekuensi sosial
Isu seksisme memengaruhi hubungan antar siswa dan perkembangan sosial mereka. Hal ini juga menyadarkan anak-anak bahwa ketidaksetaraan itu wajar. Bias yang berkelanjutan dapat membuat anak perempuan merasa kurang mampu atau kurang dihargai. Anak laki-laki mungkin menganggap mereka membutuhkan lebih banyak kekuasaan atau merasa superior. Dinamika ini mengakibatkan rasa tidak hormat, teman yang buruk, dan perundungan. Mekanisme koping korban perilaku seksis meliputi isolasi sosial.



Apakah menjadi seksis itu ilegal?
Ya. Praktik seksis di sekolah seringkali merupakan tindakan kriminal karena ada undang-undang yang melindungi siswa dari diskriminasi.
Judul IX dari Amandemen Pendidikan tahun 1972 adalah undang-undang utama di Amerika Serikat yang menentang diskriminasi gender di sekolah-sekolah yang menerima dana federal. Undang-undang ini menegaskan bahwa tidak ada siswa yang boleh diabaikan atau bahkan diperlakukan berbeda karena gendernya. Hal ini mencakup semua proses akademik dan sekolah harus melindungi siswa dari pelecehan dan kekerasan seksual.
Judul IX juga diperluas untuk mencakup identitas gender dan orientasi seksual, dan melampaui jenis kelamin biologis. Sekolah harus responsif dalam menangani pengaduan. Balas dendam terhadap pelapor merupakan tindakan kriminal. Kegagalan untuk mematuhi kebijakan Judul IX dapat mengakibatkan investigasi, tuntutan hukum, dan hilangnya dana federal.
Undang-undang negara bagian merupakan pelengkap peraturan federal yang memperkuat perlindungan terhadap diskriminasi gender. Masing-masing negara bagian mungkin memiliki kebijakan lain terkait pelecehan, perundungan, atau kesetaraan gender.
Sekolah juga harus memastikan bahwa karyawan tidak mengalami diskriminasi seksual. Hal ini melanggar hukum karena kegagalan mengembangkan lingkungan belajar dan kerja yang aman merupakan pelanggaran. Undang-undang dan kebijakan tentang anti-seksisme, pelatihan karyawan, dan pelaporan yang tepat diperlukan untuk memastikan sekolah mematuhi hukum.
Bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi seksisme di sekolah?
Pertahanan awal melawan seksisme adalah seberapa proaktif orang tua dalam kehidupan anak mereka. Mereka harus sadar dan waspada.
Penting bagi orang tua untuk mendengarkan anak-anak dan tetap berkomunikasi secara terbuka dengan mereka mengenai hari sekolah mereka agar mereka dapat mengidentifikasi masalah pada anak-anak mereka. Orang tua sebaiknya bertanya kepada anak-anak tentang bagaimana mereka diperlakukan, apa yang dikatakan guru, dan apakah mereka merasa aman di sekolah.
Carilah tanda-tanda peringatan:
- Penarikan diri atau kesedihan
- Tidak mengikuti beberapa kelas atau kegiatan.
- Keluhan atas peraturan atau perlakuan yang tidak adil.
Orang tua dapat menggunakan alat pemantauan seperti FlashGet Anak-Anak untuk perlindungan ekstra terhadap seksisme atau perundungan daring . Mereka menyensor materi seksis atau tidak pantas di internet dan memantau praktik-praktik daring anak-anak. Hal ini membantu menciptakan lingkungan belajar daring dan lebih aman serta positif.



Orang tua harus secara rutin membahas kesetaraan gender dan rasa hormat di rumah. Mendidik anak-anak tentang mendobrak stereotip dan persahabatan akan mendorong pemikiran yang sehat.
Advokasi itu penting:
- Tanyakan kepada sekolah apa yang mereka lakukan untuk mencegah seksisme dan bagaimana mereka menerapkan kebijakan seksisme.
- Meminta personel untuk menerima pelatihan kesetaraan gender dan pencegahan pelecehan.
- Laporkan kejadian dan upayakan untuk mendapatkan tindakan yang tepat.
- Membentuk organisasi induk untuk bantuan transformasi budaya yang lebih luas.
Perubahan nyata terjadi ketika orang tua dan sekolah bekerja sama berdasarkan keadilan dan saling menghormati.
Kesimpulan
Seksisme di sekolah merupakan masalah serius yang memiliki konsekuensi negatif yang luas. Seksisme merugikan kesejahteraan mental, prestasi akademik, serta perkembangan sosial siswa. Orang tua harus mengenali berbagai bentuk seksisme untuk melindungi anak-anak mereka.
Undang-undang seperti Title IX memang dirancang untuk melawan diskriminasi gender. Namun, mengatasi seksisme membutuhkan kesadaran, kewaspadaan, dan partisipasi aktif dari orang tua dan guru. Selain itu, alat-alat praktis baru seperti FlashGet Anak-Anak menyediakan metode dukungan pembelajaran yang aman bagi keluarga.
Orang tua dan sekolah dapat berkolaborasi menciptakan kondisi yang mendukung keberhasilan setiap siswa. Sebaiknya kenali seksisme sejak dini dan ambil tindakan tegas untuk menghilangkan diskriminasi dan menumbuhkan rasa hormat terhadap semua peserta didik.
Pertanyaan Umum
Ya. Anak laki-laki ditekan untuk mengikuti stereotip maskulin yang membatasi ekspresi emosional mereka. Seksisme adalah batasan yang membatasi kedua jenis kelamin dengan memaksakan peran yang merugikan.
Ya. Judul IX dan undang-undang terkait mengizinkan tindakan hukum jika sekolah mengabaikan atau salah menangani laporan seksisme.
Seksisme dimulai sejak usia dini dan sekolah cenderung memiliki bias sosial. Sekolah merupakan salah satu tempat terpenting untuk menantang dan mengurangi sikap seksis.




